Cerita Petani Tua dengan Anaknya
Adalah Beliau Salah Satu Anggota Kelompok Ternak Pucak Manik bernama Bapak I Gusti Putu Gargita, petani tua dari Desa Lokapaksa, dengan usia mencapai 70 tahun hari-harinya seakan tidak pernah peduli akan hiruk pikuk dunia ini yang berebut kekuasaan, yang mengemplang pajak, yang mengkorup uang rakyat dan lain sebagainya. Kesehariannya sebagai buruh tani dan petani dilahan kering/tegalan dengan akrabnya berteman dengan cangkul dan sabit di sepetak lahan kering miliknya dari warisan milik leluhur beliau. Kehidupannya sangat-sangat sederhana sekali, beliau kini tinggal bersama istrinya yang kini sakit-sakitan dari 5 tahun yang lalu, beliau memiliki 2 orang anak, anak pertamanya perempuan dan kini sudah berkeluarga, sedangkan anak ke-2 nya bekerja sebagai buruh angkut di sebuah toko suplier bahan bangunan di KOTA Denpasar dengan gaji hanya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri di kota denpasar.
Kini beliau sebagai kepala keluarga dengan menghidupi istrinya yang sakit-sakitan, ketika musim penghujan tiba beliau baru bisa bertani di lahan miliknya, ketika musim kemarau tiba maka beliau bekerja sebagai buruh tani mulai dari TUKANG TANAM PADI (dibali dengan istilah :"Tukang Pula Padi") hingga buruh Panen, terkadang jika tidak ada pekerjaan di sektor pertanian beliau akan bekerja sebagai buruh bangunan, Sore harinya setelah selesai bekerja/Meburuh beliau langsung menyiapkan Sabitnya untuk menyabit Rumput untuk 3 ekor induk ternak nya dan memotong batang pisang sebagai pakan babi.
Semangat bekerja beliau kita perlu tiru, namum kita sadari KEADAAN lah yang telah memaksa beliau untuk bekerja keras di usia senja seperti sekarang, demi sesuap nasi untuk istri dan dirinya sendiri. Cerita ini telah mengingatkan kembali pada sebuah artikel yang dulu pernah saya tulis di blog ini dengan judul : "KATANYA, BERTANI TIDAK MEMBUAT BANGGA" Kini saya buktikan kebenaran artikel tersebut diatas melalui sebuah Cerita Petani Tua dengan Anaknya ini yang langsung dengan mata kepala saya lihat dan dengar penuturannya....!
Pagi ini tepatnya di musim kemarau, hari Selasa, 5 Juli 2011 mejalang perayaan hari raya Galungan saya mencoba berkunjung ke rumahnya, hari ini beliau tersirat kebahagiaan beliau dengan berkumpul bersama keluarganya, anaknya yang bekerja di KOTA pulang kampung, ketika para tetangga mempersiapkan hari raya dengan membeli daging atau bahkan ada yang memotong babi, namun beliau tidak bisa demikian....!, penuturan beliau "Galungan ken sing Galungan Patuh dogen kanggoang, ne penting tetujone ken ida bhatara" yang artinya : Hari Raya galungan terasa sama saja dengan hari-hari lainnya, yang penting tujuan kita kebada beliau IDA HYANG WIDHI WASA. Penuturan beliau anaknya tidak mau melakoni pekerjaan sebagai petani selayaknya beliau, anaknya memilih bekerja di Denpasar sebagai buruh.
Ketika saya mencoba bertanya kepada anaknya mengenai minatnya sebagai petani, dia menjawab "Yen Kadikan Jumah tetep ada gegaen ne menjanjikan walaupun dadi petani sing masalah, yang penting pasti maan penghasilan, adian jumah len maan kumpul ajak iaji" Artinya "Andaikata Tinggal di desa ada pekerjaan yang menjanjikan walaupun menjadi seorang petani tidak masalah, yang terpenting ada penghasilan, lebih baik tinggal di desa biar dapat kumpul dengan Orangtua". Dari penuturan anak beliau dengan Gaji Rp.900.000,- di denpasar ditambah biaya kost, biaya cicilan sepeda motor dan biaya hidup tidak mampu membantu orang tua beliau di desa. Dari pembicaraan Tadi dengan Anak Beliau dapat disimpulkan bahwa "Menjadi Petani Penuh Ketidak Pastian dalam Hal Penghasilan" dibandingkan Kerja di KOTA sebagai Buruh Angkut Bahan Bangunan.
Perjalananpun Berlanjut Ke Seorang Petani Tua lainnya, dengan Latar belakang dan pemain berbeda. Adalah Beliau Anggota Kelompok Ternak Pucak Manik dengan No. Anggota : 015/KTPM/NA-I/07, yang bersangkutan tidak mau disebutkan namanya, Anggap Saja Namanya Bapak I GUSTI NYOMAN dengan usia hampir mencapai 75 tahun, belia juga memiliki seorang putra satu-satunya sebagai anak bungsu dari 3 orang kakak perempuan, Sebut saja namanya Pak I GUSTI KETUT.
Kini beliau I GUSTI NYOMAN Tinggal seorang diri di desa setelah kematian istrinya pada tanggal 24 JUNI 2011 kemarin karena komplikasi.
Beliau dulu punya banyak warisan dari leluhurnya, semangat beliau menyekolahkan anak semata wayangnya sangat berapi-api, dengan tujuan agar kelak anaknya tidak menjadi seorang petani sepertinya kini, semenjak tamat SMA anak beliau bekerja di Kota Denpasar sebagai karyawan swasta sambil kuliah D3, hasil kerjanya hanya cukup untuk kebutuhan hidup di kota besar, biaya kost, dan biaya cicilan sepeda motor Sementara Biaya Kuliahnya disokong oleh orang tuanya dari berbagai sumber, salah satunya dengan mejual tanah warisan.
Pasca Kuliah kini anak beliau I GUSTI KETUT bekerja sebagai karyawan di sebuah VILLA di denpasar, dengan istri dan 2 orang anaknya kini merantau di denpasar. Pasca meninggalnya ibu tercinta beliau sebenarnya berkeinginan balik ke kampung entah apa alasannya...?, namun apa daya ketrampilan sebagai petani tidak ada, pekerjaan selain sebagai petani sangat sulit untuk diperoleh di desa, akhirnya untuk sementara terpaksa meninggalkan orangtua sendirian yang sudah usur di desa.
Dari dua latar petani yang berbeda tersebut diatas menurut saya sudah cukup mewakili artikel yang dulu pernah saya tulis di blog ini dengan judul : "KATANYA, BERTANI TIDAK MEMBUAT BANGGA" dengan kesimpulan : Generasi muda lebih memilih pekerjaan selain sebagai petani yang menurut mereka bertani penuh ketidak pastian, lebih cenderung memilih profesi yang lain disamping ketiadaannya kesempatan kerja di negeri ini juga karena profesi petani ini tidak membuat bangga baik bagi petani maupun anak-anak mereka yang belepotan dengan lumpur, bau kotoran dan kencing sapi dan lain sebagainya.
Jujur saja penulis juga bagian generasi muda, yang dulu sekolah dan kuliah dari hasil penjualan sapi, penjualan hasil kebun, hasil bertani oleh orang tua, yang kini sebagai pengurus di Kelompok Ternak Pucak Manik dan Gapoktan Triloka Amertha, merasa miris dengan pandangan generasi muda lainnya yang tidak mencintai profesi sebagai petani. Mudah-mudahan melalui Pucak Manik disamping sebagai pusat usaha pertanian/peternakan juga bisa Sebagai pembentuk sikap mental petani, serta Kedepan Melalui KOPERASI TANI WERDHI SADHANA bisa memberi dan membuka lapangan pekerjaan bagi generasi muda di desa. Tentu dengan di barengi dengan Perhatian Pemerintah baik dari Aspek Permodalan, Pelatihan SDM Petani, Penerapan Teknologi Serta yang lebih penting KEBIJAKAN YANG LEBIH MENGUNTUNGKAN PETANI bukan PENGUSAHA/IMPORTIR BAHAN PANGAN.
No Comment to " Cerita Petani Tua dengan Anaknya "